TEROPONG POLITIK - Rapat Paripurna DPR RI ke-19 tahun sidang 2021-2022, yang mengesahkan Jenderal Andika Perkasa, sebagai Panglima TNI, diwarnai interupsi.
Akan tetapi, pimpinan rapat paripurna, Ketua DPR RI Puan Maharani, kedapatan mengabaikan interupsi anggotanya, dan menutup acara dengan ketukan palu.
Dilihat melalui siaran langsung akun YouTube DPR RI, Puan Maharani mulanya mengetuk palu sidang, mengesahkan keputusan peserta rapat, untuk menyetujui Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI.
Baca Juga: Pegiat HAM Papua: Ungkap Aksi Peledakan Bom di Kediaman Orang Tua Veronica Koman
"Pimpinan dewan mengucapkan selamat kepada calon Panglima TNI semoga dapat menjalankan peran strategis dalam memimpin TNI, dan melaksanakan kebijakan pertahanan negara dengan penuh tanggungjawab dan amanah," kata Puan Maharani, Senin, 8 November 2021.
Ketika itulah seorang anggota DPR, menyalakan mikrofon dan mencoba menyelang pernyataan Puan Maharani, dengan interupsi.
Tak acuh, Puan Maharani terus melanjutkan rapat yang ia pimpin.
Baca Juga: Kapal Indonesia Dibakar di Australia, Susi Pudjiastuti Buka Suara
"Interupsi, Pimpinan. Interupsi, Pimpinan," ujar salah seorang anggota dewan.
Mendapati sang Ketua DPR tak mengacuhkannya, anggota tersebut menyebutkan identitasnya.
Ia menyebut dirinya merupakan A-432, yang jika mengacu pada situs resmi DPR, adalah identitas Fahmi Alaydrus, dari Fraksi PKS.
Baca Juga: Update Aset Tommy Soeharto yang Disita BLBI
"Saya minta waktu, Pimpinan, interupsi. Pimpinan saya minta waktu, Pimpinan mohon maaf saya minta waktu Pimpinan saya A-432, Pimpinan," ujarnya.
Tok, tok, tok. Alih-alih menanggapi interupsi meski anggotanya menuturkan nomor anggota, Puan Maharani menutup rapat Paripurna yang ditandai dengan ketukan palu.
Artikel Terkait
PTM Munculkan Klaster Covid-19, Puan 'Tampar' Pemerintah Tidak Siap Jalankan Prokes
Covid-19 di PON XX Papua, Puan Minta Jokowi Evaluasi
Puan Maharani: Integrasi NIK dan NPWP Harus Jamin Keamanan Data Pribadi Warga
PCR Syarat Penerbangan Banyak Dikeluhkan, Puan: Ada Diskriminasi
Ketika Puan Membungkam Masukan, Kesakralan Jadi Pembelaannya