Namun, sangat memprihatinkan karena sebagian orang justru ‘memelintir dan menggoreng’ serta membenturkan urgensi PPHN itu dengan isu-isu yang berkaitan dengan politik praktis. Baru-baru ini, ada publikasi atas hasil survei yang menyebutkan mayoritas responden menolak amandemen UUD 1945.
Baca Juga: Waspada! Kasus Covid-19 Mulai Naik di 20 Daerah
Hanya menanyakan setuju-tidak setuju jika UUD 1945 diamandemen, tetapi tidak mengedepankan tujuan dari amandemen UUD 1945.
Jika dimunculkan argumen bahwa amandemen bertujuan menghadirkan PPHN untuk menjaga konsistensi pembangunan dan mewujudkan pemerataan, hasilnya pasti beda.
Hasil survei lain bertajuk ‘Sikap Publik Nasional terhadap Amandemen UUD 1945' yang juga dipublikasikan belum lama ini memberi gambaran bahwa mayoritas warga atau 82,1 persen responden menilai presiden bertanggung jawab langsung kepada rakyat karena presiden dipilih oleh rakyat.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Copot Oknum Polisi yang Minta Sekarung Bawang ke Sopir Truk
Mayoritas warga dan elit kurang atau tidak setuju dengan pendapat yang mengusulkan pemilihan presiden dilakukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Menggunakan bahasa gaul orang muda masa kini, survei ini layak disebut ‘nggak nyambung’ dengan wacana amandemen terbatas UUD 1945 yang berproses di MPR RI.
Sudah berulangkali MPR RI periode sekarang menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN. Tidak pernah sekali pun FGD yang diselenggarakan MPR RI membahas atau menargetkan perubahan sistem pemilihan presiden.
Baca Juga: Pengetatan Remisi Koruptor Dicabut, Mardani: Bikin Lesu Pemberantas Korupsi
Sebaliknya, MPR RI bahkan sudah berulangkali menegaskan bahwa pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat bersifat final. Jadi, sangat bijaksana jika wacana amandemen terbatas untuk melahirkan PPHN itu tidak ‘dipelintir’ menjadi hoax.
Sangat penting dan strategis mendorong semua elemen masyarakat memahami urgensi PPHN. Dalam konteks ini, cukup relevan mengaitkan hakekat wacana PPHN dengan suasana kebatinan masyarakat di banyak daerah yang mengapresiasi kesungguhan pemerintah mewujudkan pemerataan pembangunan era sekarang ini.
Dari apresiasi itu, mulai muncul pertanyaan masyarakat; apakah semangat pemerataan pembangunan sekarang akan bisa berlanjut jika pemerintahan sekarang sampai pada akhir masa bhaktinya di tahun 2024 nanti?
Baca Juga: Meski Cemas, Alissa Wahid Terharu Banyaknya Peziarah di Makam Gus Dur
Tidak ada yang bisa memberi jawaban pasti, karena upaya pemerataan pembangunan sekarang belum ditetapkan dalam PPHN, melainkan buah dari visi-misi Presiden Joko Widodo. Apa yang akan terjadi nanti setelah Presiden Jokowi mengakhir masa bhaktinya, belum ada yang tahu.
Artikel Terkait
Terima Aliansi Kebangsaan, Bamsoet Ajak Implementasikan Nilai-Nilai Kebangsaan
Bamsoet: Pemindahan Ibu Kota Negara Harus Diperkuat Dengan PPHN
Bamsoet Kenang Sosok Sabam Sirait Sebagai Guru Politik Indonesia
Bamsoet: MPR RI Serap Wacana Utusan Golongan Kembali Sebagai Anggota MPR RI
Launching Stage Park Sentul, Bamsoet: Ini Sangat Strategis