Meskipun sebagai kuasa hukum penggugat, yusril masih mengaku bahwa dirinya netral dan hanya karena peduli pada demokratisasi dalam tubuh partai politik. Namun sikapnya ini justru banyak dipertanyakan oleh berbagai pihak. Salah satunya, pengamat politik Adi Prayitno. Menurutnya, tindakan yang dilakukan yusril tentu akan memunculkan conflict of interest. Ditambah lagi gugatan yusril terkait persoalan AD/ART dinilai berbahaya karena telah mencampuri urusan dapur partai.
Baca Juga: KPK Geledah Ruang DPRD Muara Enim
Andi Arief sempat memberikan kabar yang menghebohkan jagat maya, dalam sebuah cuitan ia mengatakan bahwa kesediaan yusril Ihza Mehendra menjadi pengacara yang ditunjuk oleh empat mantan ketua DPC untuk menggugat AD/ART hasil Kongres V tahun 2020, lebih karena Partai Demokrat tidak bisa membayar Rp100 milyar kepada yusril. Sejalan dengan pernyataan Adi Prayitno bahwa ini rawan akan kepentingan pribadi.
Melihat rekam jejak yusril menarik untuk dicermati. Dia selalu hadir sebagai kuasa hukum di persoalan partai politik lain. Di Golkar, dia menjadi kuasa hukum kubu Ical atau Aburizal Bakrie. Dan di PPP sebagai kuasa hukum di kubu Djan Faridz. Sepertinya, ini memang passion Pak yusril yang selalu hadir di kegaduhan partai politik. Apa jangan-jangan udah susah cari kerja sebagai kuasa hukum ya pak? Secara PBB saat ini tidak masuk ke dalam parlemen.
Lebih baik yusril mengevaluasi partainya, sebagai intelektual yang menjadi pimpinan partai politik, yusril belum bisa menunjukkan kemampuannya mengangkat partainya. Belum mampu membesarkan partai kok sok ikut-ikutan mengurusi partai orang lain?
Baca Juga: Puskappi Nilai Meutya Hafid Sosok Tepat Gantikan Azis Syamsuddin
Oleh: Bobby Darmanto,
Direktur Kajian Pusat Kajian Kebijakan Publik Pemerintah Indonesia
Artikel Terkait
Kegiatan Skala Besar Telah Dapat Izin Pemerintah
Dudung Bantah Gatot Soal Paham Komunis di Tubuh TNI
Pemerintah Putuskan Tanggal Pemilu 15 Mei 2024, Begini Respon Dewan
Puskappi Nilai Meutya Hafid Sosok Tepat Gantikan Azis Syamsuddin
Andi Arief: Yusril Pindah Haluan Karena Demokrat Tak Bisa Bayar Rp100 Milyar